Siapa yang tidak mau masuk golongan
mereka? Siapakah mereka sebenarnya dan amalan apakah yang mereka harus kita
lakukan agar bisa masuk kedalam golongan 70.000 Orang Yang Masuk
Surga Tanpa Hisab dan Adzab, Berikut adalah syarah / penjelasan
hadit's mengenai golongan 70.000 Orang Yang Masuk Surga Tanpa Hisab
dan Adzab
عَنْ حُصَيْن بْنِ عَبْدِ الرَّ
حْـمَنٍ قَالَ كُنْتُ عِنْدَ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ فَقَالَ أَيُّكُمْ رَأَى
الْكَوْكَبَ الَّذِي انْقَضَّ الْبَارِحَةَ قُلْتُ أَنَا ثُـمَّ قُلتُ أَمَا
إِنِّـي لَـمْ أَكُنْ فِـي صَلاَةٍ وَلَكِنِّـي لُدِغْتُ قَالَ فَمَاذَا صَنَعْتَ
قُلْتُ اسْـتَرْقَيْـتُ قَالَ فَمَا حَمَلَكَ عَلَى ذَلِكَ قُلْتُ حَدِيثٌ
حَدَّثَنَاهُ الشَّعْبِـيُّ فَقَالَ وَمَا حَدَّثَكُمُ الشَّعْبِـيُّ قُلْتُ
حَدَّثَنَا عَنْ بُرَيْدَةَ بْنِ حُصَيْبٍ اْلأَسْلَمِـيِّ أَنَّهُ قَالَ لاَ
رُقْيَةَ إِلاَّ مِنْ عَيْـنٍ أَوْ حُـمَةٍ فَقَالَ قَدْ أَحْسَـنَ مَنِ انْتَهَى
إِلَـى مَا سَـمِـعَ وَلَكِنْ حَدَّثَنَا ابْنُ عَبَّاسٍ عَنِ النَّبِـيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ عُرِضَتْ عَلَـيَّ اْلأُمَـمُ فَرَأَيْتُ
النَّبِـيَّ وَ مَعَهُ الرَّهَيْطُ وَ النَّبِـيَّ وَ مَعَهُ الرَّجُلُ وَ
الرَّجُلاَنِ وَ النَّبِـيَّ لَيْسَ مَعَهُ أَحَدٌ إِذْ رُفِعَ لِـي سَوَادٌ
عَظِيمٌ فَظَنَنْتُ أَنَّهُمْ أُمَّتِـي فَقِيلَ لِـي هَذَا مُوسَـى عَلَيْهِ السَّلاَمَ
وَ قَوْمُهُ وَ لَكِنِ انْظُرْ إِلَـى اْلأُفُقِ فَنَظَرْتُ فَإِذَا سَوَادٌ
عَظِيمٌ فَقِيلَ لِـي انْظُرْ إِلَـى اْلأُفُقِ اْلآخَرِ فإِذَا سَـوَادٌ عَظِيمٌ
فَقِيلَ لِـي هَذِهِ أُمَّتُكَ وَ مَعَهُمْ سَبْعُونَ أَلْفًا يَدْخُلُونَ
الْـجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ وَلاَ عَذَابٍ ثُـمَّ نَهَضَ فَدَخَلَ مَنْزِلَهُ
فَخَاضَ النَّاسُ فِـي أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْخُلُونَ الْـجَنَّةَ بِغَيْرِ
حِسَابٍ وَلاَ عَذَابٍ فَقَالَ بَعْضُهُمْ فَلَعَلَّهُمُ الَّذِينَ صَحِبُوا
رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَقَالَ بَعْضُهُمْ فَلَعَلَّهُمُ
الَّذِينَ وُلِدُوا فِـي اْلإِسْلاَمِ وَ لَـمْ يُشْرِكُوا بِاللهِ وَ ذَكَرُوا
أَشْيَاءَ فَـخَرَخَ عَلَيْهِمْ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ
فَقَالَ مَا الَّذِي تَـخُوضُونَ فِـيهِ فَأَخْبَرُوهُ فَقَالَ هُمُ الَّذِينَ لاَ
يَرْقُونَ وَلاَ يَسْتَرْقُونَ وَ لاَ يَتَطَيَّرُونَ وَ عَلَى رَبِّـهِمْ
يَتَوَكَّلُونَ فَقَامَ عُكَّاشَةُ بْنُ مِـحْصَنٍ فَقَالَ ادْعُ اللهَ أَنْ
يَـجْعَلَنِي مِنْهُمْ فَقَالَ أَنْتَ مِنْهُمْ ثُـمَّ قَامَ رَجُلٌ آجَرُ فَقَالَ
ادْعُ اللهَ أَنْ يَـجْعَلَنِي مِنْهُمْ فَقَالَ سَبَقَكَ بِـهَا عُكَّاشَةُ
Dari Hushain bin Abdurrahman
berkata:
"Ketika saya berada di dekat
Sa'id bin Jubair, dia berkata: "Siapakah diantara kalian yang melihat
bintang jatuh semalam?" Saya menjawab : "Saya.”
Kemudian saya berkata : "Adapun saya ketika itu tidak
dalam keadaan sholat, tetapi terkena sengatan kalajengking." Lalu ia bertanya : "Lalu apa yang anda
kerjakan?"
Saya menjawab : "Saya minta diruqyah" Ia bertanya lagi : "Apa yang mendorong anda
melakukan hal tersebut?" Jawabku : "Sebuah hadits yang dituturkan
Asy-Sya'bi kepada kami."
Ia bertanya lagi : "Apakah hadits yang dituturkan
oleh Asy-Sya'bi kepada anda?"
Saya katakan : "Dia menuturkan hadits dari
Buraidah bin Hushaib :
'Tidak ada ruqyah kecuali karena
'ain atau terkena sengatan.'." Sa'id pun berkata :
"Alangkah baiknya orang yang
beramal sesuai dengan nash yang telah didengarnya, akan tetapi Ibnu Abbas
radhiyallâhu'anhu menuturkan kepada kami hadits dari Nabi Shallallâhu 'Alaihi
Wasallam, Beliau bersabda:
"Saya telah diperlihatkan beberapa
umat oleh Allâh, lalu saya melihat seorang Nabi bersama beberapa orang, seorang
Nabi bersama seorang dan dua orang dan seorang Nabi sendiri, tidak seorangpun
menyertainya. Tiba-tiba ditampakkan kepada saya sekelompok orang yang sangat
banyak. Lalu saya mengira mereka itu umatku, tetapi disampaikan kepada saya :
"Itu adalah Musa dan
kaumnya".
Lalu tiba-tiba saya melihat lagi
sejumlah besar orang, dan disampaikan kepada saya :
"Ini adalah umatmu, bersama
mereka ada tujuh puluh ribu orang, mereka akan masuk surga tanpa hisab dan
adzab.".'
Kemudian Beliau bangkit dan masuk
rumah. Orang-orang pun saling berbicara satu dengan yang lainnya,
'Siapakah gerangan mereka itu?' Ada diantara mereka yang mengatakan:
'Mungkin saja mereka itu sahabat
Rasulullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam.'
Ada lagi yang mengatakan : 'Mungkin saja mereka orang-orang
yang dilahirkan dalam lingkungan Islam dan tidak pernah berbuat syirik terhadap
Allâh.' dan menyebutkan yang lainnya.
Ketika Rasulullâh Shallallâhu
'Alaihi Wasallam keluar, mereka memberitahukan hal tersebut kepada beliau.
Beliau bersabda :
Beliau bersabda :
'Mereka itu adalah orang yang tidak
pernah minta diruqyah, tidak meminta di kay dan tidak pernah melakukan
tathayyur serta mereka bertawakkal kepada Rabb mereka.'
Lalu Ukasyah bin Mihshon berdiri dan
berkata :
'Mohonkanlah kepada Allâh,
mudah-mudahan saya termasuk golongan mereka!'
Beliau menjawab : 'Engkau termasuk mereka'
Kemudian berdirilah seorang yang
lain dan berkata :
'Mohonlah kepada Allâh,
mudah-mudahan saya termasuk golongan mereka!'
Beliau menjawab : 'Kamu sudah didahului
Ukasyah.'."
TAKHRIJ HADIST
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam
Bukhari dan Muslim.
BIOGRAFI SINGKAT RAWI DAN SAHABAT
YANG TERDAPAT DALAM HADITS
Hushain bin Abdurrahman, beliau
adalah As-Sulami Abu Hudzail Al-Kûfi, seorang yang tsiqah. Wafat pada tahun 136
H pada usia 93 tahun.
Sa'id bin Jubair, beliau adalah
seorang imam yang faqih termasuk murid senior Ibnu Abbas radhiyallâhu'anhu.
Periwayatannya dari Aisyah radhiyallâhu'anha dan Abu Musa adalah mursal, beliau
seorang pemimpin Bani As'ad yang dibunuh oleh Al-Hajâj bin Yusuf ats-Tsaqafiy
tahun 95 H dalam usia 50 tahun.
Asy-Sya'bi, beliau bernama Amir bin
Surahil al-Hamadani, dilahirkan pada masa kekhalifahan Umar radhiyallâhu'anhu
dan termasuk tabi'in terkenal dan ahli fiqih mereka, wafat tahun 103 H.
Buraaidah bin al-Hushaib, beliau
adalah Ibnul Harits al-Aslamy, shahabat masyhur, wafat tahun 63 menurut
pendapat Ibnu Sa'ad.
Ukasyah bin Mihshon
radhiyallâhu'anhu, beliau berasal dari Bani As'ad bin Khuzaimah dan termasuk
pendahulu dalam Islam. Beliau hijrah dan menyaksikan perang Badar dan
perang-perang lainnya. Beliau mati syahid dalam perang Riddah dibunuh Thulaihah
al-Asady tahun 12 H. Kemudian Thulaihah masuk Islam setelah itu, ikut berjihad
melawan Persi pada hari Al-Qadisiyah bersama Sa'ad bin Abu Waqash dan mati
syahid di Waqi'atûl Jasri'al-Mashurah.
KEDUDUKAN HADITS
Hadits ini menjelaskan beberapa hal,
diantaranya :
Pentingnya beramal dengan dalil,
Penjelasan tidak semua Nabi punya
pengikut, dan
Penjelasan mengenai golongan yang
masuk surga tanpa hisab dan adzab.
KETERANGAN HADITS
Beramal dengan dalil.
Hushain bin Abdurrahman terkena
sengatan kalajengking, lalu meminta ruqyah dalam pengobatannya. Beliau lakukan
hal itu bukan tanpa dalil. Beliau berdalil dengan hadits dari Buraidah bin
al-Husaib
"Tidak ada ruqyah kecuali
karena ain atau sengatan kalajengking".
Jumlah pengikut Nabi.
Sa'id mendengar hadits dari Ibnu
Abbas radhiyallâhu'anhu, berisi keterangan diperlihatkan kepada Nabi beberapa
umat. Beliau melihat seorang nabi beserta pengikutnya yang jumlahnya tidak
lebih dari sepuluh. Seorang nabi beserta satu atau dua orang pengikutnya, dan
seorang nabi yang tidak memiliki pengikut. Kemudian diperlihatkan kepada beliau
sekelompok manusia yang banyak dan ternyata adalah umat Nabi Musa
'alaihissalam. Kemudian baru diperlihatkan umat Beliau sebanyak 70 ribu orang
yang masuk surga tanpa hisab dan adzab.
Hal ini menunjukkan kebenaran itu
tidak dilihat dari banyaknya pengikut.
Golongan yang masuk surga tanpa
hisab dan adzab.
Mereka adalah umat Rasûlullâh
Shallallâhu 'Alaihi Wasallam yang merealisasikan tauhid. Sebagaimana dalam
riwayat Ibnu Fudhail:
"Dan akan masuk surga diantara
mereka 70 ribu orang."
Demikian juga dalam hadits Abu
Hurairah dalam shahihain:
"Wajah-wajah mereka bersinar
seperti sinar bulan pada malam purnama".
Dalam hal yang sama Imam Ahmad
rahimahullâh dan Baihaqi rahimahullâh meriwayatkan hadits Abu Hurairah
radhiyallâhu'anhu dengan lafadz:
"Maka saya minta tambah (kepada
Rabbku), kemudian Allâh memberi saya tambahan setiap seribu orang itu membawa
70 ribu orang lagi".
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata
mengomentari sanad hadits ini : "Sanadnya jayyid (bagus)".
Mereka itu adalah orang-orang yang :
A. Tidak minta diruqyah.
Demikianlah yang ada dalam shahihain.
Juga pada hadits Ibnu Mas'ud radhiyallâhu'anhu dalam musnad Imam Ahmad
rahimahullâh. Sedangkan dalam riwayat Imam Muslim (وَلاَ يَرْقُوْنَ ) artinya
yang tidak meruqyah.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
berkata:
"Ini merupakan lafadz tambahan
dari prasangka rawi dan Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam tidak bersabda (وَلاَ
يَرْقُوْنَ ) karena Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam pernah ditanya tentang
ruqyah, lalu beliau menjawab:
“Barangsiapa diantara kalian mampu
memberi manfaat kepada saudaranya, maka berilah padanya manfaat"
dan bersabda :
"Boleh menggunakan ruqyah
selama tidak terjadi kesyirikan padanya."
Ditambah lagi dengan amalan Jibril
'alaihissalam yang meruqyah Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam dan Nabi
Shallallâhu 'Alaihi Wasallam meruqyah shahabat-shahabatnya. Beliaupun
menjelaskan perbedaan antara orang yang meruqyah dengan orang yang meminta
diruqyah:
"Mustarqi (orang yang meminta
diruqyah) adalah orang yang minta diobati, dan hatinya sedikit berpaling kepada
selain Allâh. Hal ini akan mengurangi nilai tawakkalnya kepada Allâh. Sedangkan
arrâqi (orang yang meruqyah) adalah orang yang berbuat baik."
Beliau berkata pula :
"Dan yang dimaksud sifat
golongan yang termasuk 70 ribu itu adalah tidak meruqyah karena kesempurnaan
tawakkal mereka kepada Allâh dan tidak meminta kepada selain mereka untuk
meruqyahnya serta tidak pula minta di kay." Demikian pula hal ini
disampaikan Ibnul Qayyim.
B. Tidak Minta di kay (وَلاَ
يَكْتَوُوْنَ)
Mereka tidak minta kepada orang lain
untuk mengkay sebagaimana mereka tidak minta diruqyah. Mereka menerima qadha'
dan menikmati musibah yang menimpa mereka.
Syaikh Abdurrahman bin Hasan Ali
Syaikh berkata :
"Sabda Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi
Wasallam (لاَ يَكْتَوُوْنَ) lebih umum dari pada sekedar minta di kay atau
melakukannya dengan kemauan mereka.
Sedangkan hukum kay sendiri dalam
Islam tidak dilarang, sebagaimana dalam hadits yang shahih dari Jabir bin
Abdullah:
Bahwa Nabi Shallallâhu 'Alaihi
Wasallam mengutus seorang tabib kepada Ubay bin Ka'ab, lalu dia memotong
uratnya dan meng-kay-nya.
Demikan juga di jelaskan dalam
shahih Bukhari dari Anas radhiyallâhu'anhu :
Anas berkata, “Bahwasanya aku
mengkay bisul yang ke arah dalam sedangkan Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam
masih hidup.”
Dan dalam riwayat dari Tirmidzi dan
yang lainnya dari Anas:
Sesungguhnya Nabi mengkay As'ad bin
Zurarah karena sengatan kalajengking Juga dalam shahih Bukhari dari Ibnu Abbas
secara marfu':
“Pengobatan itu dengan tiga cara
yaitu dengan berbekam, minum madu dan kay dengan api dan saya melarang umatku
dari kay. (Dalam riwayat yang lain: "Dan saya tidak menyukai kay").
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
"Hadits-hadits tentang kay itu mengandung 4 hal yaitu:
Perbuatan Rasûlullâh Shallallâhu
'Alaihi Wasallam. Hal itu menunjukkan bolehnya melakukan kay.
Rasulullah tidak menyukainya. Hal
itu tidak menunjukkan larangan.
Pujian bagi orang yang meninggalkan.
Menunjukkan meninggalkan kay itu lebih utama dan lebih baik.
Larangan melakukan kay. Hal itu
menunjukkan jalan pilihan dan makruhnya kay.
C. Tidak Melakukan Tathayyur
Mereka tidak merasa pesimis, tidak
merasa bernasib sial atau buruk karena melihat burung atau binatang yang
lainnya.
4. Mereka Bertawakal Kepada Allâh
Disebutkan dalam hadits ini,
perbuatan dan kebiasaan itu bercabang dari rasa tawakkal dan berlindung serta
bersandar hanya kepada Allâh.
Hal tersebut merupakan puncak
realisasi tauhid yang membuahkan kedudukan yang mulia berupa mahabbah (rasa
cinta), raja' (pengharapan), khauf (takut) dan ridha kepada Allâh sebagai Rabb
dan Ilah serta ridha dengan qadha'-Nya.
Ketahuilah makna hadits di atas
tidak menunjukkan bahwa mereka tidak mencari sebab sama sekali. Karena mencari
sebab (supaya sakitnya sembuh) termasuk fitrah dan sesuatu yang tidak terpisah
darinya.
Allâh Ta'ala berfirman :
"Dan barangsiapa yang
bertawakkal kepada Allâh, maka Allâh akan cukupi segala kebutuhannya."
(Ath-thalaq: 3)
Mereka meninggalkan perkara-perkara
(ikhtiyar) makruh walaupun mereka sangat butuh dengan cara bertawakkal kepada
Allâh. Seperti kay dan ruqyah, mereka meninggalkan hal itu karena termasuk
sebab yang makruh. Apalagi perkara yang haram.
Adapun mencari sebab yang bisa
menyembuhkan penyakit dengan cara yang tidak dimakruhkan, maka tidak membuat
cacat dalam tawakkal.
Dengan demikian kita tidaklah
meninggalkan sebab-sebab yang disyari'atkan, sebagaimana dijelaskan dalam
shahihain dari Abu Hurairah radhiAllâhu’anhu secara marfu'.
”Tidaklah Allâh menurunkan suatu
penyakit kecuali menurunkan obat untuknya, mengetahui obat itu orang yang
mengetahuinya dan tidak tahu obat itu bagi orang yang tidak mengetahuinya.”
Dari Usamah bin Syarik dia berkata :
Suatu ketika saya di sisi Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam , datanglah orang
Badui dan mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kami saling
mengobati?"
Beliau menjawab: "Ya, wahai
hamba-hamba Allâh saling mengobatilah, sesungguhnya Ta'ala tidaklah menimpakan
sesuatu kecuali Dia telah meletakkan obat baginya, kecuali satu penyakit saja,
yaitu pikun.”
(HR. Ahmad)
Berkata Ibnu Qoyyim rahimahullah:
Hadits-hadits ini mengandung penetapan sebab dan akibat, dan sebagai pembatal
perkataan orang yang mengingkarinya.
Perintah untuk saling mengobati
tidak bertentangan dengan tawakkal. Sebagaimana menolak lapar dan haus, panas
dan dingin dengan lawan-lawannya (misalnya lapar dengan makan). Itu semua tidak
menentang tawakkal. Bahkan tidaklah sempurna hakikat tauhid kecuali dengan
mencari sebab yang telah Allâh Ta'ala jadikan sebab dengan qadar dan syar'i.
Orang yang menolak sebab itu malah membuat cacat tawakkalnya.
Hakikat tawakal adalah bersandarnya
hati kepada Allâh Ta’ala kepada perkara yang bermanfaat bagi hamba untuk diri
dan dunianya. Maka bersandarnya hati itu harus diimbangi dengan mencari sebab.
Kalau tidak berarti ia menolak hikmah dan syari'at. Maka seseorang hamba tidak
boleh menjadikan kelemahannya sebagai tawakkal dan tidaklah tawakkal sebagai
kelemahan.
Para ulama berselisih dalam masalah
berobat, apakah termasuk mubah, lebih baik ditinggalkan atau mustahab atau
wajib dilakukan? Yang masyhur menurut Imam Ahmad adalah pendapat pertama, yaitu
mubah dengan dasar hadits ini dan yang semakna dengannya.
Sedangkan pendapat yang menyatakan
lebih utama dilakukan adalah madzhab Syafi'i dan jumhur salaf dan khalaf serta
al-Wazir Abul Midhfar, Demikian dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam Syarah
Muslim. Sedangkan Madzhab Abu Hanifah menguatkan sampai mendekati wajib untuk
berobat dan Madzhab Imam Malik menyatakan sama saja antara berobat dan
meninggalkannya, sebagaimana disampaikan oleh Imam Malik: "Boleh berobat
dan boleh juga meninggalkannya."
Dalam permasalahan ini, Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah berkata: "Tidaklah wajib menurut jumhur para imam,
sedangkan yang mewajibkan hanyalah sebagian kecil dari murid Imam Syafi'i dan
Imam Ahmad.”
5. Kisah 'Ukasyah bin Mihshan
'Ukasyah
'Ukasyah bin Mihshan 'Ukasyah
meminta kepada Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam supaya mendo'akannya
masuk dalam golongan orang yang masuk surga tanpa hisab dan adzab.
Lalu Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi
Wasallam menjawab: "Engkau termasuk dari mereka." Sebagaimana dalam
riwayat Bukhari beliau berdo'a: "Ya Allâh jadikanlah dia termasuk mereka."
Dari sini diambil sebagai dalil
dibolehkan minta do'a kepada orang yang lebih utama. Kemudian temannya yang
tidak disebutkan namanya meminta Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam
mendo'akannya pula, tapi Rasullullah SalAllâhu ‘Alaihi Wassalam menjawab:
"Engkau telah didahului 'Ukasyah."
Berkata Al-Qurthubi: "Bagi
orang yang kedua keadaanya tidak seperti 'Ukasyah, oleh karena itu
permintaannya tidak dikabulkan, jika dikabulkan tentu akan membuka pintu orang
lain yang hadir untuk minta dido'akan dan perkara itu akan terus berlanjut.
Dengan itu beliau menutup pintu tersebut dengan jawabannya yang singkat.
Berkata Syaikh Abdirrahman bin Hasan Alu Syaikh: "Didalamnya terdapat
penggunaan ungkapan sindiran oleh Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam dan
keelokkan budi pekerti Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam.”
FAIDAH-FAIDAH HADITS:
Beramal dengan berdasarkan dalil
yang ada.
Umat-umat telah ditampakkan kepada
Rasulullah Shallallâhu 'Alaihi Wasallam.
Setiap umat dikumpulkan
sendiri-sendiri bersama nabinya.
Kebenaran itu tidak dilihat pada
banyaknya pengikut tetapi kualitasnya.
Keistimewaan umat Islam dengan
kualitas dan kuantitasnya.
Diperbolehkan melakukan ruqyah
karena terkena ain dan sengatan.
Di dalam hadits terdapat penjelasan
manhaj salaf. Hal ini dapat dipahami dari perkataan Sa'id bin Jubair:
"Sungguh telah berbuat baik orang yang mengamalkan hadits yang telah ia
dengar." Dengan demikian jelaslah bahwa hadits yang pertama tidak bertentangan
dengan hadits kedua.
Tidak minta diruqyah (tidak meminta
supaya lukanya ditempel dengan besi yang dipanaskan) dan tidak melakukan
tathayyur adalah termasuk pengamalan tauhid yang benar.
Sikap tawakkal kepada Allâh lah yang
mendasari sikap tersebut
Dalamnya ilmu para shahabat. Karena
mereka mengetahui orang yang dinyatakan dalam hadits tersebut tidak dapat
mencapai derajat dan kedudukan yang demikian kecuali dengan amalan.
Gairah dan semangat para sahabat
untuk berlomba-lomba mengerjakan amal kebaikan.
Golongan yang masuk surga tanpa
hisab dan adzab adalah yang tidak minta diruqyah, dikay dan tidak melakukan
tathayyur serta bertawakkal kepada Rabb dengan sempurna.
Sabda Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi
Wasallam : "Kamu termasuk golongan mereka," adalah salah satu tanda
kenabian beliau.
Keutamaan 'Ukasyah
Penggunaan kata sindiran: "Kamu
sudah kedahuluan 'Ukasyah." Tidak berkata: "Kamu tidak pantas untuk
dimasukkan ke golongan mereka."
Keelokkan budi pekerti Rasûlullâh
Shallallâhu 'Alaihi Wasallam.
Disadur dari: Fathul Majid Syarh
Kitabut Tauhid (hal 54-62) karya Syaikh Abdir Rohman bin Hasan Alu Syaikh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar