Jumat, 31 Oktober 2014

Terusir dari Telaga Rasul



 
Bisa berjumpa dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di hari kiamat adalah dambaan setiap muslim. Terlebih Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjanjikan bahwa beliau akan menunggu kita para umatnya di telaganya (al Haudh) untuk bersama-sama minum air telaga itu. Dari Sahl bin Sa’d radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku menunggu kalian di al Haudh, telaga. Siapa yang mendatanginya, dia akan minum airnya. Dan siapa yang minum airnya, tidak akan haus selamanya” (HR. Bukhari)
Allahu akbar, sungguh telaga yang luar biasa. Minum airnya sekali, tidak akan haus selamanya. Siapa yang tidak ingin menikmatinya? Terlebih ketika itu seluruh manusia dalam kondisi sangat kehausan. Setelah dijemur di mahsyar dalam kurun waktu yang hanya diketahui Allah, sementara matahari didekatkan dalam jarak satu mil. Apa yang bisa kita bayangkan? Manusia akan berlomba-lomba untuk mendatangi haudh itu, agar bisa menikmati airnya.
Setiap Nabi Memiliki Telaga
Rasulullah bersabda, “Sungguh setiap Nabi memiliki telaga. Dan mereka saling membanggakan siapakah yang telaganya paling banyak dikunjungi. Aku berharap, telagakulah yang paling banyak pengunjungnya” (HR. Tirmidzi no. 2443 dan dishahihkan al-Albani).
Hadis-hadis Tentang Haudh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Agar kita semakin memiliki harapan untuk menikmati air telaga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kita perlu mengenal bagaimana gambaran telaga itu lebih mendalam?
Terdapat banyak dalil yang menceritakan tentang telaga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, berikut diantaranya,
Pertama, dalil dari Al Qur’an, firman Allah (yang artinya), ”Sesungguhnya Aku telah memberikan kepadamu Al Kautsar.” (QS. Al Kautsar : 1)
Dalam hadis dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bercerita, ”Ketika saya berjalan-jalan di surga, saya melihat ada sungai yang dikelilingi permata berongga. Akupun bertanya, ’Apa ini, wahai Jibril?’ (Jibril menjawab), ”Ini adalah Al Kautsar yang diberikan Tuhanmu kepadamu”. Ternyata tanahnya dari misk yang sangat wangi baunya” (HR. Bukhari)\

Sungai kautsar inilah yang menjadi sumber air bagi telaga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam hadis dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan tentang haudh, beliau bersabda, ”Bermuara di telaga itu dua aliran dari surga. Siapa yang minum airnya tidak akan haus selamanya” (HR. Muslim)
Kedua, dalil dari hadis
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menggambarkan telaga ini dengan sangat detail dan jelas, layaknya kita melihatnya secara langsung. Berikut bebrapa hadis yang menjelaskan Al Haudh,
Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Telagaku panjangnya sejauh perjalanan satu bulan. Sudutnya pojoknya sama. Airnya lebih putih dari pada susu, baunya lebih wangi dari pada misk. Gayungnya seperti bintang di langit. Siapa yang minum sekali, tidak akan haus selamanya” (HR. Bukhari dan Muslim)
Keterangan:
  • Makna : ’Sudutnya pojoknya sama’, sebagian ulama menjelaskan, panjang dan lebarnya sama. (Syarh Shahih Muslim, Muhammad Fuad ’Abdul Baqi)
  • Makna : ’Gayungnya seperti bintang di langit’, gayungnya sebanyak bintang di langit dan gemerlap seperti bintang di langit. (Ta’liq Shahih Bukhari, Musthofa Dib Bugho)
Kemudian hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Telagaku panjangnya lebih jauh dari pada jarak antara Ailah dengan Adn. Airnya lebih putih dari salju, lebih manis dari pada madu yang dicampur susu. Sungguh gayungnya lebih banyak dari pada jumlah bintang. Aku menghalangi orang-orang (yang bukan umat beliau) untuk mendekati telagaku, sebagaimana seseorang menghalangi onta orang lain untuk mendekat ke wadah airnya.
Para sahabat bertanya, ’Ya Rasulullah, apakah anda mengenaliku di hari itu?’
Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Ya, kalian memiliki tanda yang tidak dimiliki oleh umat sebelumnya. Kalian mendatangiku dalam keadaan putih di wajah dan tangan-kaki, karena bekas wudhu” (HR. Muslim)
Keterangan:
Ailah adalah nama daerah di ujung utara jazirah arab. Sementara Adn adalah nama daerah di ujung selatan Yaman, pesisir samudera hindia. (Syarh Shahih Muslim, Muhammad Fuad ’Abdul Baqi)
Dalam riwayat Muslim dari Anas, Rasulullah bersabda, ”Tampak di telaga itu ceret-ceret dari emas dan perak, sejumlah bintang di langit” (HR. Muslim)
Mereka yang Terusir dari Haudh
Telaga yang demikian luar biasa, penuh kebaikan, ternyata tidak semua bisa menikmatinya. Ada beberapa umat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak bisa mendatangi haudh, apalagi menikmati kesegaran airnya. Mereka seolah dihalangi, hingga tersesat tidak menemukannya. Sementara Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berusaha memanggilnya, agar mendatangi haudh.
Umatku…umatku… beliau berharap agar mereka bisa turut mendatangi haudh. Hingga beliau mendapatkan jawaban dari Malaikat, mengapa mereka tidak bisa mendatangi haudh.
Pemandangan menyedihkan ini disebutkan dalam banyak hadis. Berikut diantaranya,
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku berada di haudh. Menunggu orang yang datang kepadaku diantara kalian. Demi Allah, ada beberapa orang yang dijauhkan dariku. Sungguh aku memanggil, ‘Ya Rabb, mereka dariku dan dari umatku.’ Kemudian Dia menjawab, “Kamu tidak tahu apa yang mereka perbuat setelahmu. Mereka terus kembali mundur (murtad)” (HR. Muslim)
Dalam hadis dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Akulah yang pertama kali mendatangi Haudh. Siapa yang menuju kepadaku akan minum, dan siapa yang minum niscaya tidak akan haus selamanya. Sungguh akan ada beberapa kaum yang mendatangiku dan aku mengenalnya dan mereka juga mengenaliku, kemudian antara aku dan mereka dihalangi. Akupun mengatakan, ’Mereka umatku.’ Kemudian disampaikan kepadaku, ”Kamu tidak tahu, perbuatan bid’ah apa yang mereka lakukan setelahmu.” Lalu aku berkomentar, ”Celaka.. celaka orang yang mengubah agama sepeninggalku” (HR. Bukhari & Muslim)
Ibnu Abi Mulaikah, Seorang ulama tabiin yang termasuk perawi hadis ini, pernah berdoa, ”Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu, jangan sampai aku balik ke belakang (murtad) atau aku terfitnah sehingga tersesat dari agamaku” (HR. Bukhari)
Mereka Umat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Dalam hadis di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan siapakah orang yang terusir dari telaga beliau. Mereka termasuk umat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau mengenalinya dengan ciri yang ada pada diri mereka. Hingga merekapun beliau panggil, Umatku… umatku…
Hanya saja, mereka umat beliau yang menyimpang. Menyimpang dalam amal dan bahkan dalam aqidah. Dengan sebab ini, mereka terusir dari telaga beliau. Karena dulu ketika di dunia, mereka tidak menjadikan sunnah beliau sebagai sumber agama. Sehingga di akhirat, mereka tidak bisa menikmati air telaga beliau yang berkah.
Ibnu Abdil Bar mengatakan, ”Setiap orang yang berbuat bid’ah dalam masalah agama, merekalah yang akan dijauhkan dari Al Haudh, seperti khawarij, rafidhah (syiah), dan seluruh ahli bid’ah. Demikian pula orang zhalim yang berlebihan dalam kezhalimannya dan berusaha menghapus kebenaran, dan yang terang-terangan melakukan dosa besar. Mereka semua dikhawatirkan menjadi orang yang disebutkan dalam hadis ini. Allahu a’lam (Syarh Shahih Muslim An Nawawi, 1/137)
Keterangan yang sama juga juga disampaikan Al Qurthubi. Beliau menjelaskan, ”Para ulama kami menjelaskan, semua orang yang murtad dari agama Allah, atau membuat sesuatu yang baru dalam agama yang tidak Allah ridhoi dan tidak pernah diizinkan oleh Allah, merekalah orang yang akan dijauhkan dan dihindarkan dari Al Haudh. Orang yang paling dijauhkan adalah mereka yang menyimpang dari jamaah kaum muslimin dan keluar dari jalan mereka, seperti khawarij, dengan berbagai sekte sempalan mereka…demikian pula mu’tazilah dengan berbagai sekte pecahannya. Mereka semua adalah kelompok-kelompok yang mengubah syariat.
Demikian pula orang yang bertindak berlebihan dalam melakukan kezhaliman dan menghapuskan kebenaran. Bahkan membantai orang yang mendakwahkan kebenaran dan menghinakan mereka. Termasuk mereka yang terang-terangan melakukan dosa besar, dan berjibun maksiat. Juga kelompok yang menyimpang, pengikut hawa nafsu, dan bid’ah. (At Tadzkirah, hlm. 352)

Semoga Allah memudahkan kita untuk mendatangi haudh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bisa menikmati airnya.
Penulis : Ustadz Ammi Nur Baits, S.T.

Minggu, 19 Oktober 2014

Mengembangnya Alam Semesta



Asal mula alam semesta digambarkan dalam Al Qur'an pada ayat berikut:
"Dialah Pencipta langit dan bumi." (Al Qur'an, 6:101)
Keterangan yang diberikan Al Qur'an ini bersesuaian penuh dengan penemuan ilmu pengetahuan masa kini. Kesimpulan yang didapat astrofisika saat ini adalah bahwa keseluruhan alam semesta, beserta dimensi materi dan waktu, muncul menjadi ada sebagai hasil dari suatu ledakan raksasa yang tejadi dalam sekejap. Peristiwa ini, yang dikenal dengan "Big Bang", membentuk keseluruhan alam semesta sekitar 15 milyar tahun lalu. Jagat raya tercipta dari suatu ketiadaan sebagai hasil dari ledakan satu titik tunggal. Kalangan ilmuwan modern menyetujui bahwa Big Bang merupakan satu-satunya penjelasan masuk akal dan yang dapat dibuktikan mengenai asal mula alam semesta dan bagaimana alam semesta muncul menjadi ada.

Sebelum Big Bang, tak ada yang disebut sebagai materi. Dari kondisi ketiadaan, di mana
materi, energi, bahkan waktu belumlah ada, dan yang hanya mampu diartikan secara
metafisik, terciptalah materi, energi, dan waktu. Fakta ini, yang baru saja ditemukan ahli
fisika modern, diberitakan kepada kita dalam Al Qur'an 1.400 tahun lalu.

Sensor sangat peka pada satelit ruang angkasa COBE yang diluncurkan NASA pada tahun
1992 berhasil menangkap sisa-sisa radiasi ledakan Big Bang. Penemuan ini merupakan bukti terjadinya peristiwa Big Bang, yang merupakan penjelasan ilmiah bagi fakta bahwa alam semesta diciptakan dari ketiadaan.
 

Edwin Hubble dengan teleskop besarnya.
Dalam Al Qur'an, yang diturunkan 14 abad silam di saat ilmu astronomi masih terbelakang, mengembangnya alam semesta digambarkan sebagaimana berikut ini:
"Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya." (Al Qur'an, 51:47)
Kata "langit", sebagaimana dinyatakan dalam ayat ini, digunakan di banyak tempat dalam Al Qur'an dengan makna luar angkasa dan alam semesta. Di sini sekali lagi, kata tersebut digunakan dengan arti ini. Dengan kata lain, dalam Al Qur'an dikatakan bahwa alam semesta "mengalami perluasan atau mengembang". Dan inilah kesimpulan yang dicapai ilmu pengetahuan masa kini
Sejak terjadinya peristiwa Big Bang, alam semesta telah mengembang secara terus-menerus dengan kecepatan maha dahsyat. Para ilmuwan menyamakan peristiwa mengembangnya alam semesta dengan permukaan balon yang sedang ditiup.

Hingga awal abad ke-20, satu-satunya pandangan yang umumnya diyakini di dunia ilmu pengetahuan adalah bahwa alam semesta bersifat tetap dan telah ada sejak dahulu kala tanpa permulaan. Namun, penelitian, pengamatan, dan perhitungan yang dilakukan dengan teknologi modern, mengungkapkan bahwa alam semesta sesungguhnya memiliki permulaan, dan ia terus-menerus "mengembang".

Pada awal abad ke-20, fisikawan Rusia, Alexander Friedmann, dan ahli kosmologi Belgia, George Lemaitre, secara teoritis menghitung dan menemukan bahwa alam semesta senantiasa bergerak dan mengembang.

Fakta ini dibuktikan juga dengan menggunakan data pengamatan pada tahun 1929. Ketika mengamati langit dengan teleskop, Edwin Hubble, seorang astronom Amerika, menemukan bahwa bintang-bintang dan galaksi terus bergerak saling menjauhi. Sebuah alam semesta, di mana segala sesuatunya terus bergerak menjauhi satu sama lain, berarti bahwa alam semesta tersebut terus-menerus "mengembang". Pengamatan yang dilakukan di tahun-tahun berikutnya memperkokoh fakta bahwa alam semesta terus mengembang. Kenyataan ini diterangkan dalam Al Qur'an pada saat tak seorang pun mengetahuinya. Ini dikarenakan Al Qur'an adalah firman Allah, Sang Pencipta, dan Pengatur keseluruhan alam semesta.

Pemisahan Langit dan Bumi

Gambar ini menampakkan peristiwa Big Bang, yang sekali lagi mengungkapkan bahwa Allah telah menciptakan jagat raya dari ketiadaan. Big Bang adalah teori yang telah dibuktikan secara ilmiah. Meskipun sejumlah ilmuwan berusaha mengemukakan sejumlah teori tandingan guna menentangnya, namun bukti-bukti ilmiah malah menjadikan teori Big Bang diterima secara penuh oleh masyarakat ilmiah.
Satu ayat lagi tentang penciptaan langit adalah sebagaimana berikut :


"Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?" (Al Qur'an, 21:30)

Kata "ratq" yang di sini diterjemahkan sebagai "suatu yang padu" digunakan untuk merujuk pada dua zat berbeda yang membentuk suatu kesatuan. Ungkapan "Kami pisahkan antara keduanya" adalah terjemahan kata Arab "fataqa", dan bermakna bahwa sesuatu muncul menjadi ada melalui peristiwa pemisahan atau pemecahan struktur dari "ratq". Perkecambahan biji dan munculnya tunas dari dalam tanah adalah salah satu peristiwa yang diungkapkan dengan menggunakan kata ini.

Marilah kita kaji ayat ini kembali berdasarkan pengetahuan ini. Dalam ayat tersebut, langit dan bumi adalah subyek dari kata sifat "fatq". Keduanya lalu terpisah ("fataqa") satu sama lain. Menariknya, ketika mengingat kembali tahap-tahap awal peristiwa Big Bang, kita pahami bahwa satu titik tunggal berisi seluruh materi di alam semesta. Dengan kata lain, segala sesuatu, termasuk "langit dan bumi" yang saat itu belumlah diciptakan, juga terkandung dalam titik tunggal yang masih berada pada keadaan "ratq" ini. Titik tunggal ini meledak sangat dahsyat, sehingga menyebabkan materi-materi yang dikandungnya untuk "fataqa" (terpisah), dan dalam rangkaian peristiwa tersebut, bangunan dan tatanan keseluruhan alam semesta terbentuk.

Ketika kita bandingkan penjelasan ayat tersebut dengan berbagai penemuan ilmiah, akan kita pahami bahwa keduanya benar-benar bersesuaian satu sama lain. Yang sungguh menarik lagi, penemuan-penemuan ini belumlah terjadi sebelum abad ke-20.

Garis Edar

Tatkala merujuk kepada matahari dan bulan di dalam Al Qur'an, ditegaskan bahwa masing-masing bergerak dalam orbit atau garis edar tertentu.

"Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya." (Al Qur'an, 21:33)

Disebutkan pula dalam ayat yang lain bahwa matahari tidaklah diam, tetapi bergerak dalam garis edar tertentu:

"Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui." (Al Qur'an, 36:38)

Fakta-fakta yang disampaikan dalam Al Qur'an ini telah ditemukan melalui pengamatan astronomis di zaman kita. Menurut perhitungan para ahli astronomi, matahari bergerak dengan kecepatan luar biasa yang mencapai 720 ribu km per jam ke arah bintang Vega dalam sebuah garis edar yang disebut Solar Apex. Ini berarti matahari bergerak sejauh kurang lebih 17.280.000 kilometer dalam sehari. Bersama matahari, semua planet dan satelit dalam sistem gravitasi matahari juga berjalan menempuh jarak ini. Selanjutnya, semua bintang di alam semesta berada dalam suatu gerakan serupa yang terencana.

Sebagaimana komet-komet lain di alam raya, komet Halley, sebagaimana terlihat di atas, juga bergerak mengikuti orbit atau garis edarnya yang telah ditetapkan. Komet ini memiliki garis edar khusus dan bergerak mengikuti garis edar ini secara harmonis bersama-sama dengan benda benda langit lainnya.  Keseluruhan alam semesta yang dipenuhi oleh lintasan dan garis edar seperti ini, dinyatakan dalam Al Qur'an sebagai berikut : 
 "Demi langit yang mempunyai jalan-jalan." (Al Qur'an, 51:7)
Terdapat sekitar 200 milyar galaksi di alam semesta yang masing-masing terdiri dari hampir 200 bintang. Sebagian besar bintang-bintang ini mempunyai planet, dan sebagian besar planet-planet ini mempunyai bulan. Semua benda langit tersebut bergerak dalam garis peredaran yang diperhitungkan dengan sangat teliti. Selama jutaan tahun, masing-masing seolah "berenang" sepanjang garis edarnya dalam keserasian dan keteraturan yang sempurna bersama dengan yang lain. Selain itu, sejumlah komet juga bergerak bersama sepanjang garis edar yang ditetapkan baginya.
Semua benda langit termasuk planet, satelit yang mengiringi planet, bintang, dan bahkan galaksi, memiliki orbit atau garis edar mereka masing-masing. Semua orbit ini telah ditetapkan berdasarkan perhitungan yang sangat teliti dengan cermat. Yang membangun dan
memelihara tatanan sempurna ini adalah Allah, Pencipta seluruh sekalian alam.
Garis edar di alam semesta tidak hanya dimiliki oleh benda-benda angkasa. Galaksi-galaksi pun berjalan pada kecepatan luar biasa dalam suatu garis peredaran yang terhitung dan terencana. Selama pergerakan ini, tak satupun dari benda-benda angkasa ini memotong lintasan yang lain, atau bertabrakan dengan lainnya. Bahkan, telah teramati bahwa sejumlah galaksi berpapasan satu sama lain tanpa satu pun dari bagian-bagiannya saling bersentuhan.
Dapat dipastikan bahwa pada saat Al Qur'an diturunkan, manusia tidak memiliki teleskop masa kini ataupun teknologi canggih untuk mengamati ruang angkasa berjarak jutaan kilometer, tidak pula pengetahuan fisika ataupun astronomi modern. Karenanya, saat itu tidaklah mungkin untuk mengatakan secara ilmiah bahwa ruang angkasa "dipenuhi lintasan dan garis edar" sebagaimana dinyatakan dalam ayat tersebut. Akan tetapi, hal ini dinyatakan secara terbuka kepada kita dalam Al Qur'an yang diturunkan pada saat itu : karena Al Qur'an adalah firman Allah.

Disadur dari HarunYahya oleh Rika Hermawan