Minggu, 31 Maret 2013

PENGANTIN BIDADARI



PENGANTIN BIDADARI

Raudhah Al Muhibbin wa Al Musytaqin (Taman Orang-orang yang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu)
Sebagai seorang pengantin, wanita lebih cantik dibanding seorang gadis. Sebagai seorang ibu, wanita lebih cantik dibanding seorang pengantin. Sebagai istri dan ibu, ia adalah kata-kata terindah di semua musim dan dia tumbuh menjadi lebih cantik bertahun-tahun kemudian.
***
Syahdan, di Madinah, tinggallah seorang pemuda bernama Zulebid. Dikenal sebagai pemuda yang baik di kalangan para sahabat. Juga dalam hal ibadahnya termasuk orang yang rajin dan taat. Dari sudut ekonomi dan finansial, ia pun tergolong berkecukupan. Sebagai seorang yang telah dianggap mampu, ia hendak melaksanakan sunnah Rasul yaitu menikah. Beberapa kali ia meminang gadis di kota itu, namun selalu ditolak oleh pihak orang tua ataupun sang gadis dengan berbagai alasan.
Akhirnya pada suatu pagi, ia menumpahkan kegalauan tersebut kepada sahabat yang dekat dengan Rasulullah.
“Coba engkau temui langsung Baginda Nabi, semoga engkau mendapatkan jalan keluar yang terbaik bagimu”, nasehat mereka.
Zulebid kemudian mengutarakan isi hatinya kepada Baginda Nabi. Sambil tersenyum Beliau berkata, “Maukah engkau saya nikahkan dengan putri si Fulan?”
“Seandainya itu adalah saran darimu, saya terima. Ya Rasulullah, putri si Fulan itu terkenal akan kecantikan dan kesholihannya, dan hingga kini ayahnya selalu menolak lamaran dari siapapun.
“Katakanlah aku yang mengutusmu”, sahut Baginda Nabi.
“Baiklah ya Rasul”, dan Zulebid segera bergegas bersiap dan pergi ke rumah si Fulan.
Sesampai di rumah Fulan, Zulebid disambut sendiri oleh Fulan, “Ada keperluan apakah hingga saudara datang ke rumah saya?” Tanya Fulan.
“Rasulullah saw yang mengutus saya ke sini, saya hendak meminang putrimu si A.” Jawab Zulebid sedikit gugup.
“Wahai anak muda, tunggulah sebentar, akan saya tanyakan dulu kepada putriku.” Fulan menemui putrinya dan bertanya, “bagaimana pendapatmu wahai putriku?”
Jawab putrinya, “Ayah, jika memang ia datang karena diutus oleh Rasulullah saw, maka terimalah lamarannya, dan aku akan ikhlas menjadi istrinya.”
Akhirnya pagi itu juga, pernikahan diselenggarakan dengan sederhana. Zulebid kemudian memboyong istrinya ke rumahnya.
Sambil memandangi wajah istrinya, ia berkata,” duhai Anda yang di wajahnya terlukiskan kecantikan bidadari, apakah ini yang engkau idamkan selama ini? Bahagiakah engkau dengan memilihku menjadi suamimu?”
Jawab istrinya, ” Engkau adalah lelaki pilihan rasul yang datang meminangku. Tentu Allah telah menakdirkan yang terbaik darimu untukku. Tak ada kebahagiaan selain menanti tibanya malam yang dinantikan para pengantin.”
Zulebid tersenyum. Dipandanginya wajah indah itu ketika kemudian terdengar pintu rumah diketuk. Segera ia bangkit dan membuka pintu. Seorang laki-laki mengabarkan bahwa ada panggilan untuk berkumpul di masjid, panggilan berjihad dalam perang. Zulebid masuk kembali ke rumah dan menemui istrinya.
“Duhai istriku yang senyumannya menancap hingga ke relung batinku, demikian besar tumbuhnya cintaku kepadamu, namun panggilan Allah untuk berjihad melebihi semua kecintaanku itu. Aku mohon keridhoanmu sebelum keberangkatanku ke medan perang. Kiranya Allah mengetahui semua arah jalan hidup kita ini.”
Istrinya menyahut, “Pergilah suamiku, betapa besar pula bertumbuhnya kecintaanku kepadamu, namun hak Yang Maha Adil lebih besar kepemilikannya terhadapmu. Doa dan ridhoku menyertaimu”
***
Zulebid lalu bersiap dan bergabung bersama tentara muslim menuju ke medan perang. Gagah berani ia mengayunkan pedangnya, berkelebat dan berdesing hingga beberapa orang musuh pun tewas ditangannya. Ia bertarung merangsek terus maju sambil senantiasa mengumandangkan kalimat Tauhid, ketika sebuah anak panah dari arah depan tak sempat dihindarinya. Menancap tepat di dadanya.
Zulebid terjatuh, berusaha menghindari anak panah lainnya yang berseliweran di udara. Ia merasa dadanya mulai sesak, nafasnya tak beraturan, pedangnya pun mulai terkulai terlepas dari tangannya. Sambil bersandar di antara tumpukan korban, ia merasa panggilan Allah sudah begitu dekat.
Terbayang wajah kedua orangtuanya yang begitu dikasihinya. Teringat akan masa kecilnya bersama-sama saudaranya. Berlari-larian bersama teman sepermainannya. Berganti bayangan wajah Rasulullah yang begitu dihormati, dijunjung dan dikaguminya. Hingga akhirnya bayangan rupawan istrinya. Istrinya yang baru dinikahinya pagi tadi. Senyum yang begitu manis menyertainya tatkala ia berpamitan. Wajah cantik itu demikian sejuk memandangnya sambil mendoakannya. Detik demi detik, syahadat pun terucapkan dari bibir Zulebid. Perlahan-lahan matanya mulai memejam, senyum menghiasinya, Zulebid pergi menghadap Ilahi, gugur sebagai syuhada.
***
Senja datang Angin mendesau, sepi. Pasir-pasir beterbangan. Berputar-putar.
Rasulullah dan para sahabat mengumpulkan syuhada yang gugur dalam perang. Di antara para mujahid tersebut terdapatlah tubuh Zulebid yang tengah bersandar di tumpukan mayat musuh. Akhirnya dikuburkanlah jenazah zulebid di suatu tempat. Berdampingan dengan para syuhada lain.
Tanpa dimandikan…
Tanpa dikafankan…
Tanah terakhir ditutupkan ke atas makam Zulebid. Rasulullah terpekur di samping pusara tersebut. Para sahabat terdiam membisu. Sejenak kemudian terdengar suara Rasulullah seperti menahan isak tangis. Air mata berlinang di dari pelupuk mata beliau. Lalu beberapa waktu kemudian beliau seolah-olah menengadah ke atas sambil tersenyum. Wajah beliau berubah menjadi cerah. Belum hilang keheranan shahabat, tiba-tiba Rasulullah menolehkan pandangannya ke samping seraya menutupkan tangan menghalangi arah pandangan mata beliau.
Akhirnya keadaan kembali seperti semula. Para sahabat lalu bertanya-tanya, ada apa dengan Rasulullah. “Wahai Rasulullah, mengapa di pusara Zulebid engkau menangis?”
Jawab Rasul, “Aku menangis karena mengingat Zulebid. Oo..Zulebid, pagi tadi engaku datang kepadaku minta restuku untuk menikah dan engkau pun menikah hari ini juga. Ini hari bahagia. Seharusnya saat ini Engkau sedang menantikan malam Zafaf, malam yang ditunggu oleh para pengantin.”
“Lalu mengapa kemudian Engkau menengadah dan tersenyum?” Tanya sahabat lagi.
“Aku menengadah karena kulihat beberapa bidadari turun dari langit dan udara menjadi wangi semerbak dan aku tersenyum karena mereka datang hendak menjemput Zulebid,” Jawab Rasulullah.
“Dan lalu mengapa kemudian Engkau memalingkan pandangannya dan menoleh ke samping?” Tanya mereka lagi.
“Aku mengalihkan pandangan menghindar karena sebelumnya kulihat, saking banyaknya bidadari yang menjemput Zulebid, beberapa diantaranya berebut memegangi tangan dan kaki Zulebid. Hingga dari salah satu gaun dari bidadari tersebut ada yang sedikit tersingkap betisnya….”
***
Di rumah, istri Zulebid menanti sang suami yang tak kunjung kembali. Ketika terdengar kabar suaminya telah menghadap sang ilahi Rabbi, Pencipta segala Maha Karya.
Malam menjelang. Terlelap ia, sejenak berada dalam keadaan setengah mimpi dan nyata. Lamat-lamat ia seperti melihat Zulebid datang dari kejauhan. Tersenyum, namun wajahnya menyiratkan kesedihan pula.
Terdengar Zulebid berkata, “Istriku, aku baik-baik saja. Aku menunggumu disini. Engkaulah bidadari sejatiku. Semua bidadari disini apabila aku menyebut namamu akan menggumamkan cemburu padamu.”
Dan kan kubiarkan engkau yang tercantik di hatiku.
Istri Zulebid, terdiam. Matanya basah. Ada sesuatu yang menggenang disana. Seperti tak lepas ia mengingat acara pernikahan tadi pagi. Dan bayangan suaminya yang baru saja hadir. Ia menggerakkan bibirnya.
“Suamiku, aku mencintaimu. Dan dengan semua ketentuan Allah ini bagi kita. Aku ikhlas.”
***
Somewhere over the rainbow, way up high
There’s a land that I heard of once on a lullaby
Somewhere over the rainbow, skied are blue
And the dreams that you dare to dream
really do come true..
Dan, akan kemanakah kumbang terbang
Pada siapa rindu mendendam
Kekasih yang terkasih
Pencinta dan yang dicinta
Semua berurai air mata
Sedih, ataukah bahagia…..?
***
Untuk para pengantin bidadari

Minggu, 03 Maret 2013

Video mantan Pendeta Kristen Rusia masuk islam

Yudi Mulyana Mantan Pendeta Militan Cirebon

 

Sejak memeluk Islam, ia ingin bertemu ketiga anaknya yang dibawa pergi keluarganya.

Suara azan Subuh menyayat-nyayat hati Yudi Mulyana, pendeta yang juga staf pengajar agama Kristen di sebuah sekolah dasar di Cirebon, pagi itu. Jantungnya berdegup kencang. Ia limbung dan roboh.

''Saya tak tahu apa yang terjadi dengan diri saya pagi itu,'' ujarnya sambil menceritakan kejadian di pengujung Agustus 2008. Padahal, ia memang terbiasa bangun pagi, berbarengan Subuh. Melakukan doa pagi dan membaca Alkitab adalah aktivitas rutinnya membuka hari.

Namun pagi itu, ia seolah lumpuh. Meski panik, ia mencoba tenang. Yudi membuat banyak asumsi untuk menghibur diri. Namun, tak satu pun mampu menolongnya. Hatinya menjadi tenang setelah membuka saluran televisi menyaksikan acara zikir yang dipimpin oleh Ustaz Arifin Ilham. Ia berkomat-kamit mengikuti zikir yang dibacakan jamaah Arifin di layar televisi. ''Tuhan, apa yang terjadi dengan diri saya,'' tuturnya. Kalimat Thayyibah menenteramkannya hingga ia bisa bangkit dan kembali berjalan.

Yudi mencari permakluman bahwa fisiknya terlalu capek. Kuliah S-2 Teologi di sebuah perguruan tinggi di Bandung, sementara dia tinggal di Cirebon, menyita perhatian dan energinya. ''Besok juga sembuh,'' pikirnya kala itu.

Namun, kendati fisiknya sudah segar, ia kembali mengalami peristiwa yang sama keesokan harinya. Bahkan, setiap kali mendengar suara azan, tubuhnya bergetar. Di waktu lain, hatinya gelisah setiap kali menyentuh Alkitab.Pada pekan yang sama, ia menemui Ustaz Nudzom, putra ketua Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Cirebon. Ia menceritakan pengalamannya. Komentar Nudzom saat itu, ''Anda mendapat hidayah.''Mendengar jawaban itu, hati Yudi berontak. ''Tuhan, saya tak ingin menjadi Muslim,'' ujarnya.

Bersyahadat

Pengalaman di ujung fajar itu selalu menghantui pikiran Yudi. Ia makin merasa tak nyaman berada di gereja. Anehnya, hatinya menjadi adem saat melintas di depan masjid atau secara diam-diam masuk ke area masjid. Puncaknya, tanggal 7 Agustus 2008 saat sedang mengajar, ia mendengar suara azan seolah berkumandang di telinganya. ''Timbul keinginan yang kuat dari dalam diri saya untuk membaca syahadat,'' ujarnya.

Ia segera menemui Dra Hj Sri Hayatun, kepala sekolah tempatnya mengajar. Sri keheranan dengan sikap Yudi. Di Cirebon, ia dikenal sebagai guru dan pendeta militan. Sepak terjangnya selama ini membuat ratusan Muslim sukses dimurtadkan (keluar dari Islam). Dia kemudian diantar ke Kantor Departemen Agama Kota Cirebon. Bahkan, salah seorang pejabat di kantor itu menyarankannya untuk pulang dan berpikir sungguh-sungguh. ''Berpindah keyakinan bukan perkara main-main,'' kata pejabat Depag tersebut sebagaimana ditirukan Yudi.

Namun, tekadnya sudah bulat. Bahkan, telepon mamanya yang meminta Yudi untuk mengurungkan niatnya, diabaikannya. ''Meski saya menjadi Muslim, saya tetap akan menjadi anak mama,'' jelasnya kepada perempuan yang melahirkannya di ujung telepon.

Maka siang itu, dibimbing oleh KH Mahfud, ia bersyahadat. Dan, berita pendeta menjadi Muslim segera tersebar ke seantero kota. Saat pulang, ia menjumpai rumahnya sudah kosong. Istrinya yang mendengar kabar itu segera mengungsikan diri dan anak-anaknya ke Indramayu. Surat cerai dilayangkan dua bulan kemudian.

Lima Hal

''Saya melakukan pencarian teologis setelah saya bersyahadat,'' kata Yudi. Ia memulai dengan pertanyaan, Apakah ajaran semua agama sama? Kalau sama, harus jelas di mana persamaannya dan pasti. Kalau ada yang berbeda, juga harus jelas perbedaannya.

Dari hasil penelusurannya, sedikitnya Yudi menemukan ada lima persamaan ajaran agama-agama besar, yaitu harus menyembah Tuhan; mengenal konsep dosa; hidup adalah mencari jalan ke surga; harus berbuat baik; dan ada kehidupan setelah kematian. Setelah diteliti lagi, kata dia, ternyata hanya temanya saja yang sama, tetapi ajaran dan konsepnya berbeda.

''Saya mulai bertanya, jadi Tuhan itu satu atau banyak?'' ujarnya. Maka, ia mempersempit persoalan, hanya tentang konsep keesaan Tuhan dan soal pengampunan dosa. Ajaran Islam dan Kristen tentang kedua hal itu pun dipersandingkan.Dalam Kristen, Adam dan Hawa yang terusir dari surga meninggalkan dosa warisan bagi anak cucunya. ''Berarti proses pengampunan Tuhan tidak tuntas,'' ujarnya. Padahal, Tuhan tentulah bukan pendendam seperti sifat makhluk-Nya.

Dalam Islam, ia menemukan hal yang beda. Manusia terlahir dalam kondisi fitrah. Dia menjadi khalifah Tuhan di muka bumi dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.Ia juga dibuat terkagum-kagum dengan asmaul husna . ''Tuhan itu satu, tapi Dia mempunyai 99 nama yang melambangkan sifat-Nya,'' ujarnya.'Perilaku Tuhan' dalam Islam, kata dia, melambangkan nama-nama itu. '' Kenapa Allah menghukum, karena dia mempunyai sifat Adil. Namun, Dia juga pemaaf Ghafurjuga rahman dan rahim,'' tambahnya.Ia makin yakin dengan pilihannya. ''Hanya Islam yang konsep ketuhanannya bisa dipahami secara rasional,'' ujarnya.

Giat berdakwah

Kini, hari-hari Yudi Mulyana diwarnai dengan berbagai kesibukan dakwah. Dia memberi testimoni dalam dakwahnya ke berbagai kota di Indonesia. Saat Republika menemuinya di Jakarta, Yudi baru beberapa hari pulang umrah. Sebelumnya, ia selama seminggu berada di Provinsi Riau.''Saya ingin menebus dosa-dosa saya telah memurtadkan sekian banyak orang dengan menjadi pendakwah,'' ujarnya.

Ia menyebarkan pesan-pesan Islam kepada siapa saja yang ditemuinya. ''Saya selalu bilang, Anda semua beruntung menjadi Muslim sejak awal. Islam itu agama agung yang ajarannya sangat masuk akal.''Dia mencontohkan dirinya, yang harus kehilangan keluarga karena pilihannya menjadi Muslim. Bukan perkara mudah, karena selama lebih dari 10 tahun perkawinannya, tak pernah ada gejolak dalam rumah tangganya. ''Kami keluarga yang hangat,'' ujarnya.

Yudi selalu berkaca-kaca kalau menceritakan anak-anaknya. Dia dan anak-anaknya kini dipisahkan. Meski kini dia telah memiliki keluarga baruia menikah dengan seorang Muslimah asal Cirebonkerinduan pada buah hatinya tak pernah pupus.Ada satu mimpinya, Yudi ingin menjadi imam shalat bagi ketiga buah hatinya. ''Saya ingin sekali ketemu mereka dalam Islam,'' ujarnya terbata-bata.

Mengkristenkan Orang dalam 1,5 Jam

Yudi Mulyana termenung sejenak ketika ditanya orang Islam yang berhasil dimurtadkannya. ''Sudah tak terhitung jumlahnya,'' jelasnya. Apalagi, mereka yang berhasil dimurtadkan itu biasanya juga aktif melakukan pemurtadan terhadap orang-orang yang ada di sekitarnya. Sebelum menempuh pendidikan S-2, aku Yudi, metode yang dikembangkan untuk memurtadkan orang masih menggunakan metode konvensional. ''Bersahabat, membantu, lalu diajak masuk Kristen. Itu cara yang sudah sangat kuno,'' ujarnya.

Ia dan rekan-rekannya kemudian mengembangkan sistem baru untuk menarik jamaah. Caranya adalah dengan 'masuk' ke alam pikiran orang yang bersangkutan, mengguncangkan keimanannya, dan mengajaknya kepada cahaya, agama baru yang dibawanya.

Secara khusus, Yudi mendalami dan mengembangkan teori untuk menarik remaja dan anak-anak berpindah keyakinan. Untuk anak SD, misalnya, ada metode yang disebutnya 'Buku Tanpa Kata'. Dalam buku itu, hanya ada lima warna yang menyimbolkan keyakinan. Sampai di satu titik, sang anak akan dibimbing pada satu warna yang merujuk pada agama yang ditawarkannya. Dan, hanya dalam waktu singkat, ia berhasil memurtadkan anak-anak itu. ''Hanya dalam 1,5 jam saja, mereka sudah siap untuk meninggalkan agama lamanya,'' jelasnya.

Bersama komunitasnya, Yudi aktif mengembangkan metode-metode baru Kristenisasi. Motode ini lahir dari beragam praktik yang dilakukan di lapangan. ''Secara berkala kami berkumpul untuk melakukan evaluasi.''Demi mengemban misi 'menggarap' anak-anak pula, Yudi rela untuk menjadi pegawai negeri dan mengajar di sekolah dasar. ''Sungguh, awalnya saya stres mengajar anak-anak. Biasanya saya mengajar mahasiswa dan para misionaris dewasa,'' tambahnya.

Namun, Yudi dinilai sukses mengemban misi itu. Anak-anak yang berhasil dimurtadkannya, disiapkan untuk menjadi misionaris kecil. Biasanya, begitu masuk kelas 4 SD, mereka diberi materi-materi dasar. ''Begitu mereka kelas 5 dan 6 SD, mereka mulai militan. Mereka sudah bisa menarik teman-teman sebayanya untuk pindah agama,'' jelasnya.

Ia saat itu meyakini, tugas menyebarkan agama bukan hanya tugas rohaniawan, tapi juga seluruh jamaah. ''Jadi, yang awam pun harus dimobilisasi untuk menjadi penyebar agama,'' jelasnya.Dasar pemikirannya, kata Yudi, sederhana saja, yaitu bahwa seekor domba itu hanya akan lahir dari domba juga, bukan gajah atau yang lain. ''Jadi, yang bisa mengajak seseorang kepada iman yang kami yakini saat itu, ya orang dari komunitas itu,'' katanya.

Maka, selain anak-anak SD, ia juga mengader tukang becak, buruh pabrik, hingga karyawan. ''Merekalah yang nantinya akan menjadi penyeru di lingkungan mereka,'' tambahnya.Ia juga menemukan sendiri metode yang disebutnya 'aliran hidayah'. Intinya, setiap hari ia mewajibkan dirinya untuk bercerita tentang ajaran agamanya saat itu. Perkara orang yang diajak bercerita itu berpindah agama atau tidak, biarkan hidayah yang bicara. ''Dalam satu hari, saya harus menyiarkan syalom minimal pada satu orang,'' ujarnya.

Setiap Muslim itu dai

Kini, setelah menjadi Muslim, metode yang ditemukannya itu pun digunakannya. Dalam sehari, minimal ia berdakwah pada satu orang. ''Kata ajaran agama kita, sampaikan walau hanya satu ayat,'' ujarnya mengutip hadis Nabi SAW.Menurutnya, tak harus menjadi dai untuk bisa mendakwahkan Islam. Setiap Muslim, kata dia, bisa menjadi penyeru (dai). ''Setiap Muslim adalah misionaris bagi agamanya,'' ujarnya.

Ia mengkritik lemahnya umat Islam dalam soal ini. Semestinya, setiap Muslim menjadi public relation bagi agamanya, karena sesungguhnya hanya Islam-lah agama yang konsep ketuhanannya bisa dipertanggungjawabkan, bahkan secara rasional. ''Jangan hanya karena yang lain dan dengan alasan menegakkan toleransi, mereka justru mendangkalkan akidahnya sendiri,'' ujarnya.

www.mualaf.com

Sabtu, 02 Maret 2013

7 azab yang dilihat penggali kubur



7 azab yang dilihat penggali kubur
Terdapat seorang pemuda yang kerjanya adalah menggali kubur dan mencuri kain kafan untuk dijual. Pada suatu hari, pemuda tersebut berjumpa dengan seorang alim/ahli ibadah untuk menyatakan kekesalannya dan keinginan untuk bertaubat kepada Allah s.w.t.

Dia berkata, “Sepanjang aku menggali kubur untuk mencuri kain kafan, aku telah melihat 7 perkara ganjil yang menimpa mayat-mayat tersebut. Lantaran aku merasa sangat insaf atas perbuatanku yang sangat keji itu dan ingin sekali bertaubat.” Yang pertama, aku lihat mayat yang pada siang harinya menghadap kiblat. Tetapi apabila aku menggali semula kuburnya pada waktu malam, aku lihat wajahnya telahpun membelakangkan kiblat. Mengapa terjadi begitu, wahai tuan guru?” tanya pemuda itu.

Wahai anak muda, mereka itulah golongan yang telah mensyirikkan Allah s.w.t. sewaktu hidupnya. Lantaran Allah s.w.t. menghinakan mereka dengan memalingkan wajah mereka dari mengadap kiblat, bagi membezakan mereka daripada golongan muslim yang lain,” jawab ahli ibadah tersebut.

Sambung pemuda itu lagi, “Golongan yang kedua, aku lihat wajah mereka sangat elok semasa mereka dimasukkan ke dalam liang lahad. Tatkala malam hari ketika aku menggali kubur mereka, ku lihat wajah mereka telahpun bertukar menjadi ****. Mengapa begitu halnya, wahai tuan guru?”

Jawab ahli ibadah tersebut, “Wahai anak muda, mereka itulah golongan yang meremehkan dan meninggalkan s
holat sewaktu hidupnya. Sesungguhnya sholat merupakan amalan yang pertama sekali dihisab. Jika sempurna sholat, maka sempurnalah amalan-amalan kita yang lain,”

Pemuda itu menyambung lagi, “Wahai tuan guru, golongan yang ketiga yang aku lihat, pada waktu siang mayatnya kelihatan seperti biasa sahaja. Pabila aku menggali kuburnya pada waktu malam, ku lihat perutnya terlalu gelembung, keluar pula ulat yang terlalu banyak daripada perutnya
itu.”

Jawab ahli ibadah tersebut “Mereka itulah golongan yang gemar memakan harta yang haram, wahai anak muda,” balas ahli ibadah itu lagi.

Golongan keempat, ku lihat mayat yang jasadnya bertukar menjadi batu bulat yang hitam warnanya. Mengapa terjadi begitu, wahai tuan guru?”

Jawab ahli ibadah itu, “Wahai pemuda, itulah golongan manusia yang d
urhaka kepada kedua ibu bapanya sewaktu hayatnya. Sesungguhnya Allah s.w.t. sama sekali tidak redha kepada manusia yang mendurhakai ibu bapanya.”

Ku lihat ada pula mayat yang kukunya amat panjang, hingga membelit-belit seluruh tubuhnya dan keluar segala isi dari tubuh badannya,” sambung pemuda itu.

Anak muda, mereka itulah golongan yang gemar memutuskan silaturrahim. Semasa hidupnya mereka suka memulakan pertengkaran dan tidak bertegur sapa lebih daripada 3 hari. Bukankah Rasulullah s.a.w. pernah bersabda, bahawa sesiapa yang tidak bertegur sapa melebihi 3 hari bukanlah termasuk dalam golongan umat baginda,” jelas ahli ibadah tersebut.

Wahai guru, golongan yang keenam yang aku lihat, sewaktu siangnya lahadnya kering kontang. Tatkala malam ketika aku menggali semula kubur itu, ku lihat mayat tersebut terapung dan lahadnya dipenuhi air hitam yang amat busuk baunya,”

Wahai pemuda, itulah golongan yang memakan harta riba sewaktu hayatnya,” jawab ahli ibadah tadi.

Wahai guru, golongan yang terakhir yang aku lihat, mayatnya sentiasa tersenyum dan berseri-seri pula wajahnya. Mengapa demikian halnya wahai tuan guru?” tanya pemuda itu lagi.

Jawab ahli ibadah tersebut, “Wahai pemuda, mereka itulah golongan manusia yang berilmu. Dan mereka beramal pula dengan ilmunya sewaktu hayat mereka. Inilah golongan yang beroleh keredhaan dan kemuliaan di sisi Allah s.w.t. baik sewaktu hayatnya mahupun sesudah matinya.” Ingatlah, sesungguhnya daripada Allah s.w.t kita datang dan kepadaNya jualah kita akan kembali. Kita akan di pertanggungjawabkan atas setiap amal yang kita lakukan, hatta walaupun amalan sebesar zarah.

Setelah anda membaca kisah ini. Sampaikan atau hantarkan kepada sahabat dan r
ekan-rekan anda. Mudah-mudahan amalan baik yang sedikit ini diambil kira oleh Allah Taala di Akhirat kelak. Amin.